Perilaku yang Perlu CGP Hentikan untuk Menjadi Guru Penggerak yang Efektif
Blog

7 Perilaku yang Perlu CGP Hentikan untuk Menjadi Guru Penggerak yang Efektif

Calon Guru Penggerak (CGP) memiliki peran krusial dalam membentuk masa depan pendidikan di Indonesia. Sebagai agen perubahan, CGP diharapkan tidak hanya menjadi pendidik yang kompeten, tetapi juga pemimpin pembelajaran yang mampu membawa inovasi di lingkungan sekolah. Dengan pendekatan yang berpusat pada siswa, CGP dapat menciptakan suasana belajar yang lebih efektif, inklusif, dan menyenangkan.

Namun, dalam menjalankan tugasnya, ada beberapa kebiasaan yang tanpa disadari dapat menghambat efektivitas CGP dalam membawa perubahan. Kebiasaan ini dapat berdampak pada cara mengajar, interaksi dengan siswa, serta kolaborasi dengan rekan sejawat.

Jika tidak diperbaiki, hal ini dapat menghambat pencapaian tujuan utama dari program Guru Penggerak, yaitu menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih baik dan berorientasi pada perkembangan peserta didik.

Berikut ini adalah beberapa perilaku yang perlu CGP hentikan agar dapat mendaji guru penggerak yang efektif dan kreatif.

1. Kurangnya Refleksi Diri terhadap Proses Pembelajaran

Sebagai seorang pendidik, melakukan refleksi terhadap metode dan hasil pembelajaran adalah langkah penting dalam meningkatkan kualitas mengajar. Namun, banyak CGP yang masih mengabaikan refleksi diri.

Dampak negatif dari kurangnya refleksi diri:

  • Kesulitan dalam memahami efektivitas metode mengajar yang digunakan.

  • Tidak menyadari kelemahan dalam interaksi dengan siswa.

  • Sulit beradaptasi dengan kebutuhan siswa yang berbeda-beda.

Solusi:

  • Meluangkan waktu setelah mengajar untuk mengevaluasi keberhasilan pembelajaran.

  • Mencatat kesulitan yang dihadapi dan mencari solusi untuk perbaikan.

  • Berdiskusi dengan rekan sejawat atau mentor untuk mendapatkan masukan konstruktif.

2. Menggunakan Metode Mengajar yang Monoton dan Tidak Adaptif

Banyak CGP yang masih menggunakan metode ceramah secara terus-menerus tanpa variasi. Padahal, siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.

Metode mengajar yang monoton dapat berdampak negatif pada proses pembelajaran. Siswa cenderung cepat merasa bosan dan kehilangan minat belajar, sehingga sulit untuk tetap fokus dalam memahami materi.

Selain itu, tidak semua siswa memiliki gaya belajar yang sama. Pendekatan yang tidak variatif dapat menyulitkan sebagian siswa dalam memahami konsep yang diajarkan, terutama bagi mereka yang membutuhkan metode pembelajaran yang lebih visual atau interaktif.

Lebih jauh, pembelajaran yang hanya berfokus pada penyampaian materi secara satu arah tidak memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Tanpa diskusi, eksplorasi, dan pemecahan masalah, siswa mungkin hanya menghafal informasi tanpa benar-benar memahaminya.

Solusi:

Untuk meningkatkan efektivitas belajar, beberapa metode interaktif dapat diterapkan. Diskusi kelompok, pembelajaran berbasis proyek, dan gamifikasi dapat membuat proses belajar lebih menarik dan mudah dipahami.

Selain itu, pemanfaatan teknologi pendidikan, seperti video edukatif, simulasi, dan kuis online, dapat membantu siswa memahami materi dengan lebih baik.

Terakhir, penting untuk menyesuaikan metode pembelajaran dengan karakteristik siswa, memastikan setiap individu dapat belajar dengan cara yang paling sesuai dengan gaya dan kebutuhannya.

Studi Kasus:

Sebuah sekolah di Bandung menerapkan pembelajaran berbasis proyek dalam mata pelajaran IPA. Hasilnya, siswa menjadi lebih antusias dan mampu memahami konsep dengan lebih baik dibandingkan dengan metode ceramah biasa.

3. Tidak Mendengarkan Suara dan Kebutuhan Siswa

Guru yang baik bukan hanya mengajar, tetapi juga mendengarkan siswa. Sayangnya, banyak CGP yang masih kurang peka terhadap aspirasi dan kebutuhan peserta didik.

Dampak negatif dari kurangnya komunikasi dua arah:

  • Siswa merasa tidak dihargai dan kurang termotivasi untuk belajar.

  • Guru tidak mengetahui kesulitan yang dialami siswa dalam memahami materi.

  • Tidak terciptanya hubungan yang baik antara guru dan siswa.

Solusi:

  • Mengadakan sesi tanya jawab atau diskusi untuk mengetahui pendapat siswa.

  • Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan kendala dalam belajar.

  • Menggunakan survei sederhana untuk mengetahui metode belajar yang disukai siswa.

4. Kurangnya Kolaborasi dengan Rekan Sejawat

Perilaku yang perlu CGP hentikan selanjutnya adalah kurangnya kolaborasi dengan rekan-rekan guru. Faktanya, masih banyak CGP yang masih bekerja secara individu tanpa berkolaborasi dengan sesama guru. Padahal, kolaborasi dapat meningkatkan kualitas mengajar dan menciptakan inovasi dalam pendidikan.

Dampak dari kurangnya kolaborasi:

  • Tidak mendapatkan masukan dari rekan guru untuk perbaikan pembelajaran.

  • Sulit mengembangkan metode mengajar yang lebih baik.

  • Tidak memanfaatkan pengalaman dan wawasan dari guru lain.

Solusi:

  • Bergabung dengan komunitas guru atau forum diskusi pendidikan.

  • Mengikuti pelatihan atau workshop bersama rekan sejawat.

  • Membentuk kelompok belajar untuk berbagi pengalaman dan strategi mengajar.

Contoh Sukses:

Di sebuah sekolah di Yogyakarta, para guru membentuk “Teacher Learning Community” untuk saling berbagi pengalaman dan strategi mengajar. Hasilnya, terjadi peningkatan signifikan dalam kualitas pembelajaran.

5. Tidak Memanfaatkan Teknologi dalam Pembelajaran

Teknologi dapat menjadi alat yang sangat membantu dalam pembelajaran. Namun, masih banyak CGP yang ragu atau enggan memanfaatkannya.

Dampak dari tidak menggunakan teknologi:

  • Pembelajaran menjadi kurang menarik dan interaktif.

  • Kesulitan dalam memberikan materi secara lebih variatif.

  • Tidak memanfaatkan sumber daya digital yang tersedia.

Solusi:

  • Mencoba platform pembelajaran digital seperti Google Classroom, Kahoot, atau Canva.

  • Menggunakan video edukatif sebagai pelengkap dalam mengajar.

  • Mengikuti pelatihan penggunaan teknologi dalam pembelajaran.

6. Fokus pada Nilai dan Hasil Ujian Tanpa Memperhatikan Proses

Banyak guru yang masih berorientasi pada nilai ujian tanpa memperhatikan bagaimana siswa memahami konsep secara mendalam.

Dampak negatif dari fokus pada hasil tanpa memperhatikan proses:

  • Siswa hanya menghafal tanpa memahami konsep.

  • Hilangnya minat belajar karena tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi.

  • Kurangnya pengembangan keterampilan berpikir kritis dan problem-solving.

Solusi:

  • Menerapkan penilaian berbasis proyek atau portofolio.

  • Memberikan umpan balik yang membangun kepada siswa, bukan hanya angka.

  • Mendorong siswa untuk bertanya dan mengeksplorasi materi lebih dalam.

Studi Kasus:
Sebuah sekolah di Jakarta menerapkan “Assessment for Learning” yang lebih menekankan pada proses belajar dibandingkan sekadar nilai. Hasilnya, siswa lebih termotivasi dan memiliki pemahaman konsep yang lebih baik.

7. Tidak Terbuka terhadap Kritik dan Perubahan

Perilaku yang perlu CGP hentikan yang terakhir adalah gerak-gerik yang tidak terbuka akan kritis dan perubahan. Karena seorang CGP harus memiliki growth mindset, yaitu sikap terbuka terhadap kritik dan siap untuk terus belajar.

Dampak dari tidak menerima kritik:

  • Sulit berkembang sebagai pendidik.

  • Tidak menyadari kesalahan dalam metode mengajar.

  • Tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan dalam dunia pendidikan.

Solusi:

  • Memandang kritik sebagai peluang untuk belajar.

  • Mencari mentor atau rekan guru yang bisa memberikan masukan konstruktif.

  • Mengikuti pelatihan dan pengembangan diri secara berkala.

Kesimpulan

Sebagai seorang Calon Guru Penggerak, penting untuk selalu berusaha menjadi lebih baik dengan menghentikan kebiasaan yang dapat menghambat efektivitas mengajar. Dengan melakukan refleksi diri, mengadopsi metode inovatif, mendengarkan siswa, dan berkolaborasi dengan rekan sejawat, CGP dapat menjadi pendidik yang lebih inspiratif dan berdampak.

Mengubah kebiasaan memang tidak mudah, tetapi setiap langkah kecil akan membawa perubahan besar bagi masa depan pendidikan Indonesia!

Anda mungkin juga suka...